Asal usul Haji dapat ditelusuri kembali ke zaman Nabi Ibrahim (AS) dan putranya, Nabi Isma’il (AS). Menurut keyakinan Islam, Nabi Ibrahim mendapat wahyu dari Allah untuk membangun Ka’bah, tempat suci umat Islam di Mekkah, bersama dengan bantuan putranya, Isma’il. Ka’bah menjadi pusat spiritual bagi umat Muslim di seluruh dunia dan tempat tujuan utama dalam ibadah Haji.
Tradisi Haji sebagaimana yang kita kenal saat ini dimulai pada zaman Nabi Muhammad (SAW) pada abad ke-7 Masehi. Pada tahun 630 Masehi, Nabi Muhammad menerima perintah dari Allah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia melalui surat yang dikenal sebagai Surah At-Tawbah. Dalam surat ini, Allah memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan ibadah Haji setidaknya sekali seumur hidup jika mereka mampu melakukannya.
Sejak saat itu, umat Muslim dari berbagai penjuru dunia telah melakukan perjalanan ke Mekkah setiap tahunnya pada bulan Dzulhijjah, bulan terakhir dalam kalender Hijriah, untuk menjalankan ibadah Haji. Perjalanan ini melibatkan serangkaian ritual, termasuk tawaf mengelilingi Ka’bah, Sa’i antara bukit Safa dan Marwah, dan melempar jumrah, yang menggambarkan penghancuran kejahatan dan kesalahan.
Selama berabad-abad, Haji telah menjadi lambang persatuan umat Muslim dari berbagai suku, budaya, dan latar belakang sosial. Ini adalah saat di mana umat Islam bersatu dalam ibadah, menunjukkan kesetiaan dan ketundukan mereka kepada Allah. Selain itu, Haji juga mengajarkan nilai-nilai kesabaran, ketekunan, dan pengorbanan.
Sejarah Haji mencerminkan keberagaman dan kesatuan umat Islam di seluruh dunia. Ia menunjukkan bahwa, meskipun umat Muslim berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka memiliki satu tujuan yang sama: mencari keridhaan Allah melalui ibadah yang tulus dan pengabdian total. Sejak berabad-abad yang lalu hingga saat ini, Haji tetap menjadi salah satu peristiwa spiritual terbesar dalam kehidupan umat Muslim, memperkokoh rasa persaudaraan dan keimanan di antara mereka.