Dzatun Nithaqain: Kisah Pengorbanan Asma’ binti Abu Bakar yang Menggetarkan Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, terdapat sosok perempuan muda yang keberaniannya melampaui usia dan zamannya. Ia dikenal dengan gelar Dzatun Nithaqain, sebuah julukan mulia yang diberikan langsung oleh Rasulullah SAW. Julukan ini menjadi simbol keberanian, kecerdasan, dan pengorbanan luar biasa yang dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakar dalam salah satu momen paling penting dalam perjalanan dakwah Islam.

Cerita di Balik Julukan Dzatun Nithaqain

Julukan Dzatun Nithaqain memiliki arti “perempuan pemilik dua ikat pinggang.” Cerita di balik julukan Dzatun Nithaqain bermula ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq sedang bersembunyi di Gua Tsur sebelum melanjutkan perjalanan hijrah menuju Madinah. Saat itu, Asma’ yang masih sangat muda mengantarkan bekal makanan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi agar tidak terdeteksi musuh Quraisy. Dzatun Nithaqain Ketika hendak mengikatkan makanan dan tempat minum agar mudah dibawa, Asma’ mendapati tidak ada tali yang cukup. Dengan keberanian dan ketegasan, ia merobek ikat pinggangnya menjadi dua bagian: satu untuk mengikat makanan dan satu untuk wadah minum. Atas tindakan itu, Rasulullah SAW menyebutnya Dzatun Nithaqain—sebuah penghargaan yang kekal hingga kini.

Pengorbanan Asma’ binti Abu Bakar dalam Peristiwa Hijrah

Pengorbanan Asma’ binti Abu Bakar bukan hanya soal ikat pinggang yang dirobek. Ia mempertaruhkan keselamatannya untuk menjaga rahasia keberadaan Rasulullah dan ayahnya. Ketika musuh Quraisy menggeledah rumah mereka, Asma’ tetap kokoh. Bahkan, ia pernah ditampar keras oleh Abu Jahal hingga antingnya terlepas, namun ia tidak mengungkapkan lokasi persembunyian Rasulullah SAW. Dzatun Nithaqain Keberaniannya dalam menjaga rahasia dan mendukung perjuangan dakwah menjadi bukti bahwa perempuan juga memiliki peran besar dalam sejarah Islam, bahkan di tengah situasi penuh ancaman.

Cerita Asma’ binti Abu Bakar yang Jarang Diceritakan

Banyak sisi dari cerita Asma’ binti Abu Bakar yang jarang diangkat. Ia bukan sekadar putri Abu Bakar ash-Shiddiq, tetapi juga seorang ibu, istri, dan pejuang yang memiliki karakter kuat. Dalam kehidupannya, ia dikenal sederhana, cerdas, dan memiliki keteguhan hati yang luar biasa. Di masa senja pun, Asma’ tetap menunjukkan keberanian saat mendampingi anaknya, Abdullah bin Zubair, dalam perjuangannya melawan penguasa zalim.

Asma’ binti Abu Bakar Mengantarkan Bekal: Momen yang Mengubah Sejarah

Salah satu momen paling monumental adalah saat Asma’ binti Abu Bakar mengantarkan bekal ke Gua Tsur. Dengan kondisi gelap, penuh ancaman, dan kemungkinan besar diikuti oleh mata-mata Quraisy, Asma’ tetap melangkah tegar. Usianya saat itu hanya sekitar 17 tahun, tetapi keberanian yang ia tampilkan menempatkannya dalam barisan perempuan paling mulia dalam sejarah Islam. Langkah kecilnya menuju Gua Tsur, ditemani rasa takut namun diliputi keyakinan, menjadi bagian penting dari keberhasilan perjalanan hijrah Rasulullah—tonggak besar lahirnya peradaban Islam. Kisah Dzatun Nithaqain bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi pengingat bahwa keberanian dan keteguhan hati bisa datang dari siapa saja, termasuk seorang perempuan muda seperti Asma’. Julukan itu menjadi warisan sejarah yang menunjukkan bahwa pengorbanan tulus akan selalu dikenang sepanjang masa.